Cantik di Dalam

Cantik di Dalam

"Cinta adalah sesuatu yang menakjubkan. Kamu tidak perlu mengambilnya dari seseorang untuk memberikannya kepada orang lain. Kamu selalu memilikinya lebih dari cukup untuk diberikan kepada orang lain."
Pamela J. deRoy
Lisa, putriku yang berusia dua tahun, dan aku berjalan menyusuri jalan pulang pada suatu pagi ketika dua orang wanita tua berhenti di depan kami. Dengan tersenyum pada Lisa, salah seorang dari mereka berkata, "Tahukah kamu bahwa kamu adalah seorang gadis kecil yang sangat cantik?"
Dengan menarik napas dan berkacak pinggang, Lisa menjawab dengan suara ketus, "Ya, saya tahu!"
Sedikit merasa malu oleh gadis kecilku yang tampak congkak, aku minta maaf kepada dua orang ibu tadi dan kami berdua terus melangkah pulang. Sepanjang perjalanan, aku mencoba menentukan bagaimana aku harus mengatasi situasi ini.
Begitu tiba di rumah, aku duduk dan menyuruh Lisa berdiri di depanku. Dengan lembut aku berkata, "Lisa, ketika dua orang ibu tadi berbicara kepadamu, mereka mengatakan betapa cantiknya kamu kalau dilihat dari luar. Memang benar bahwa kami cantik bila dilihat. Begitulah Tuhan menciptakanmu. Tetapi orang juga harus cantik di dalam, dari hatinya." Dia memandangku tidak mengerti, dan aku meneruskan.
"Apakah kamu ingin tahu bagaimana orang yang cantik di dalam?" Dia mengangguk dengan serius.
"Baik. Menjadi orang yang cantik di dalam merupakan sebuah pilihan yang harus kamu buat sendiri, sayang ... untuk bersikap baik kepada Papa dan Mama, menjadi saudara perempuan yang baik bagi saudara laki-lakimu, dan menjadi teman yang baik bagi anak-anak yang bermain denganmu. Kamu harus memperhatikan orang lain, sayang. Kamu harus berbagi mainanmu dengan teman-temanmu bermain. Kamu harus penuh perhatian dan penuh cinta kasih ketika seseorang mengalami kesulitan atau mengalami kesedihan dan memerlukan kehadiran seorang teman. Apabila kamu melakukan semua hal itu, artinya kamu cantik di dalam, di hatimu. Kamu mengerti apa yang Mama katakan?"
"Ya, Mama, saya minta maaf karena saya memang tidak tahu," jawabnya. Sambil memeluknya, aku mengatakan kepadanya betapa aku mencintainya dan bahwa aku tidak akan melupakan apa yang telah kukatakan kepadanya. Masalah seperti itu tidak pernah muncul lagi.
Hampir dua tahun kemudian, kami pindah dari kota ke desa dan memasukkan Lisa ke sebuah program prasekolah. Di kelasnya ada seorang gadis cilik bernama Jeanna. Ibunya telah meninggal. Ayahnya baru saja menikah lagi dengan seorang wanita yang penuh semangat, hangat, dan spontan. Kelihatan jelas kalau dia dan Jeanna mempunyai hubungan yang sangat mengagumkan dan penuh cinta kasih.
Pada suatu hari, Lisa bertanya kepadaku apakah Jeanna boleh datang untuk bermain di siang hari, sehingga aku membuat perjanjian dengan ibu tirinya untuk membawa Jeanna ke rumah bersama kami keesokan harinya sesuai program prasekolah pada pagi harinya.
Saat aku baru saja keluar dari tempat parkir, keesokan harinya Jeanna berkata, "Bisakah kita pergi untuk menengok Mama saya?"
Aku tahu kalau ibu tirinya bekerja, jadi dengan bersemangat aku menjawab, "Tentu, sayang. Kamu tahu jalan ke sana?" Jeanna mengatakan ya dan, dengan mengikuti petunjuknya, segera saja aku mengemudikan mobil di jalan tak beraspal menuju ke pemakaman.
Reaksi pertamaku adalah rasa khawatir ketika aku memikirkan kemungkinan reaksi negatif dari kedua orangtua Jeanna kalau mereka mengetahui apa yang terjadi. Tetapi, juga jelas bahwa mengunjungi makam Mamanya merupakan hal yang penting baginya, sesuatu yang perlu dia lakukan; dan dia mempercayaiku untuk mengantarnya ke sana. Dengan menolaknya akan menimbulkan kesan bahwa adalah hal yang tidak benar baginya untuk pergi ke sana.
Aku berusaha bersikap tenang, seolah-olah aku telah mengetahui sebelumnya ke mana kami akan pergi, aku bertanya kepadanya, "Jeanna, kamu tahu letak makam Mamamu?"
"Saya tahu dimana kira-kira makam itu," jawabnya.
Aku memarkir mobil di jalan di tempat yang dia tunjukkan dan kami berkeliling hingga aku menemukan sebuah makam yang bertuliskan nama Mamanya dengan tulisan kecil-kecil.
Dua gadis cilik duduk berdampingan di sisi makam dan aku duduk di sisi lainnya dan Jeanna mulai berkata tentang situasi di rumahnya pada bulan-bulan sebelum kematian Mamanya, juga mengenai apa yang telah terjadi pada hari kematiannya. Dia berbicara selama beberapa saat dan sementara itu Lisa, dengan air mata mengalir di wajahnya, memeluk Jeanna dan, menepuk-nepuk pundaknya dengan lembut, berkata dengan tenang berulang-ulang, "Oh, Jeanna, saya ikut sedih. Saya ikut sedih atas meninggalnya Mamamu."
Akhirnya, Jeanna memandangku dan mengatakan, "Tante tahu, saya masih mencintai Mama saya dan saya mencintai Mamaa baru saya juga."
Jauh di dalam hatiku, aku tahu bahwa ini merupakan alasan mengapa dia memintaku untuk diantar ke sini. Sambil tersenyum kepadanya aku mengatakan dengan pasti, "Kamu tahu, Jeanna, itulah yang mengagumkan tentan cinta. Kamu tidak perlu mengambilnya dari seseorang untuk memberikannya kepada orang lain. Kamu selalu memilikinya lebih dari cukup untuk diberikan kepada orang lain. Cinta bagaikan pita karet raksasa yang terentang mengelilingi semua orang yang kamu sayangi dan pedulikan." Aku melanjutkan, "Benar-benar merupakan hal yang baik dan benar bagimu untuk mencintai kedua Mamamu. Tante yakin Mama kandungmu akan merasa sangat senang bahwa kamu mempunyai seorang Mama baru yang mencintaimu dan menyayangimu dan saudara-saudaramu."
Dia tersenyum kepadaku. Dia tampak puas dengan apa yang kukatakan. Kami masih duduk dengan tenang untuk beberapa saat lagi dan kemudian kami semua berdiri, membersihkan dedaunan dan kotoran yang menempel di tubuh kami dan pulang. Kedua gadis cilik itu bermain dengan sangat senangnya setelah makan siang hingga ibu tiri Jeanna datang menjemputnya.
Dengan singkat, tanpa memberikan penjelasan yang rinci, aku menyampaikan kepadanya apa yang telah terjadi siang itu dan mengapa aku melakukan hal-hal sepertti itu. Yang membuatku sangat lega, dia mau mengerti dan menghargai semua itu.

Setelah mereka pergi, aaku menggendong Lisa, duduk di atas sebuah kursi dapur, menciumi pipinya dan memeluknya erat dan mengatakan, "Lisa, Mama sangat bangga sama kamu. Kamu merupakan teman yang sangat baik bagi Jeanna siang ini. Mama tahu sangat besar artinya bagi Jeanna bahwa kamu begitu penuh perhatian dan bahwa kamu sangat memperhatikannya dan ikut merasakan kesedihannya."
Sepasang mata coklat kehitaman yang sangat indah menatap kedua mataku dengan serius saat gadis cilikku mengatakan, "Mama, apakah saya cantik di dalam?"

Pamela J. deRoy

 
Belajar Gitar dan Komputer © All content Copyright@Jinkurakura.blogspot.com Thank's to Blogger'SPhera Keatas